PENINGKATAN
KEMAMPUAN PRAJURIT LINTAS UDARA
DENGAN KEMAMPUAN RAIDER PARA GUNA MENGHADAPI PERTEMPURAN
DI MASA MENDATANG
DI MASA MENDATANG
PENDAHULUAN
Era modenisasi yang
berkembang semakin pesat dimasa sekarang ini serta adanya perkembangan global
telah berdampak adanya bentuk ancaman yang baru, sehingga para prajurit
TNI AD sebagai penjaga kedaulatan negara diharapkan tidak hanya sekedar membaca fakta
lapangan, akan tetapi harus dapat memahami medan perang
yang kompleks.
Jenis peperangan sekarang mengisyaratkan kemampuan untuk berpikir
dan memahami isu-isu politik, ekonomi dan budaya pada beberapa tingkatan
tertentu. Karena itu dibutuhkan banyak kecerdikan
berpikir sekaligus bertindak, baik dalam diplomasi maupun
berperang. Hal ini karena dalam beberapa situasi perang tidak selamanya prajurit
dihadapkan dengan penggunaan senjata semata, namun juga situasi politik,
ekonomi dan budaya dan sebagainya.
Pasca Perang Dingin
(1947-1991) telah memunculkan kekuatan unipolar yang menyisakan Amerika
Serikat sebagai satu-satunya negara adidaya di dunia dan menandai puncak pengembangan
industri-militer serta pendanaan militer besar-besaran. Fenomena
Perang Dingin dan pasca perang telah melahirkan beberapa generasi perang baru (The
New Generation of Warfare) yang berdasarkan beberapa referensi menyebutkan
telah sampai pada tahapan kelima yaitu Hybrid Warfare (Perang Hibrida) yang
merupakan sebuah strategi perang yang memadukan antara perang konvensional,
perang tidak teratur (asymetric warfare) dan ancaman cyber warfare yang
dimana perang ini bersifat lebih kompleks karena telah melibatkan seluruh
komponen negara dengan pemanfaatan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan
komunikasi yang lebih canggih.[1]
Salah
satu dampak penggunaan TI dalam sistem informasi modern
memaksa pihak militer untuk meninjau kembali doktrinnya, sebab perkembangan
teknologi informasi membawa perubahan mendasar bagi kepentingan intelijen,
sistem pengintaian dan pengamatan, sistem komando dan kendali sehingga pola
penataan strategis perangkat perang dalam perang modern perlu disesuaikan
dengan kemajuan teknologi informasi tersebut khususnya di bidang alutsista.
Sebagai akibat dari itu semua, maka sebagai sebuah
satuan Linud yang menyelenggarakan operasi
Linud dimana hal tersebut merupakan suatu operasi gabungan yang dilancarkan melalui udara
oleh Satgas Linud dan Satgas Udara beserta bantuan logistik dan peralatannya ke suatu
daerah sasaran, dengan cara diterjunkan dan atau di daratkan dalam rangka
melaksanakan tugas taktis maupun strategis[2],
juga akan mengalami perkembangan, perubahan dan perbaikan doktrin bertempur.
Hal ini berkenaan dengan berkembang dan datangnya berbagai alutsista baru
TNI-AD. Pasukan Linud melakukan serangan mendadak, memutus rantai pertahanan
musuh, serta mempersiapkan jalan bagi masuknya pasukan infanteri. Dalam
penugasannya–setelah menjejakkan tanah–seringkali mereka terbagi menjadi
unit-unit kecil. Saat itulah mereka kemudian melakukan aksinya. Berbagai obyek
penting yang diduduki musuh, segera mereka kuasai dengan serangan kilat dan
terarah. Karena aksi orang-orang terpilih inilah sebuah pertempuran dapat
dimenangkan dengan cepat. Merekalah pasukan penerjun payung atau sering dikenal
dengan istilah paratrooper.[3]
Namun demikian sejarah mencatat di masa lalu,
banyak operasi Linud yang secara strategis dikatakan berhasil namun secara taktis
dikatakan gagal karena banyaknya korban yang ditanggung. Kebanyakan korban ini
tertembak sebelum menyentuh tanah yang merupakan suatu kerawanan dari sebuah
operasi Linud itu sendiri.[4]
Keadaan ini menjadi sebuah masalah dan alasan mengapa sangat jarang atau bahkan
tidak adanya operasi Linud pada sebuah perang konvensional. Sebagai contoh
adalah operasi di Dili tahun 1975 dimana dalam empat hitungan, parasut
T-10 berwarna hijau zaitun terkembang dikeremangan pagi di atas Dili yang
merupakan pasukan TNI diberondong secara sporadis dari bawah. Peluru api
(tracer) yang dilepas Fretilin, bagai kunang-kunang memenuhi langit. Hal ini
terjadi karena komunikasi segitiga Fretilin, Dili-Atauro-kapal frigat sudah
terjalin rapi, penerjunan sortie pertama kehilangan faktor pendadakan.[5]
Juga dalam pertempuran perebutan Pulau Kreta oleh pasukan penerjun Jerman. Babak pertama dimulai dengan kerugian yang sangat besar
dari pihak Jerman.
“Beberapa batalyon telah kehilangan semua perwiranya, &
dari berbagai kompi hanya ketinggalan beberapa gelintir prajurit” Komentar
Baron von der Heydte. Jerman kehilangan 400 pesawat terbang & 15.000-20.000
pasukan. Semenjak Battle of Crete tidak pernah ada lagi airborne assault dari
Fallschirmjäger.[6]
ISI
Sekarang ini, dalam operasi udara muncul adanya
operasi mobil udara. Jika dalam serangan lintas udara, pasukan diterjunkan dari
pesawat terbang angkut, sedangkan operasi mobil udara pasukan diangkut dengan
helicopter yang mendarat di tempat tujuan dan menurunkan pasukannya. Dari
tempat itu, pasukan menyerang sasaran yang telah ditetapkan. Operasi mobil
udara disamakan dengan serangan penetrasi. Helicopter disamakan dengan tank
karena memiliki daya tembak yang cukup besar untuk menekan atau menghancurkan
musuh di darat. Selain itu, kecepatan helicopter melebihi kecepatan tank.[7]
Di Indonesia,
pasukan yang memakai keahlian mobil udara dikenal dengan Raider[8]. Raider
sendiri dibetuk sebagai pasukan infanteri pemukul yang kemampuannya bisa 10
kali lipat pasukan infanteri biasa. Kemampuan mereka dilatih oleh anggota
pasukan khusus dengan dibekali cara bertempur komando tingkat regu, tahap
pantai dan hutan, survival, menembak jitu, pertempuran kota dan pengetahuan
tentang operasi raid yang tidak dipelajari pada pasukan infanteri biasa.[9]
Saat ini terdapat 20 batalyon Raider dimana 6 diantaranya berada di bawah
naungan Kostrad.
Oleh Mantan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) berada di Akademi Militer (Akmil) Magelang dalam
rangkaian kunjungan dua hari di DIY dan Jawa Tengah, menjelang berakhirnya masa
jabatan sebagai RI 1, menyempatkan diri untuk meresmikan Satuan Ranger di
Akademi Militer.[10]
Satuan ini merupakan pengembangan dari satuan Linud yang ada untuk dirubah
menjadi satuan ranger. Dalam perkembangannya, pasukan Linud yang ada dibekali
dengan kemampuan Raider.
Namun
dalam perkembangannya, pasukan infanteri atau Yon Raider dalam Kostrad tidak dibiarkan
hanya dengan mengandalkan kemampuan jalan kaki, namun didukung dengan mekanis
berupa kendaraan angkut lapis baja yang berfungsi melindungi prajurit,
mempercepat maneuver pasukan dan sekaligus membawa dukungan perlengkapan,
persenjataan dan logistik. Contoh
pasukan ini adalah Yon Raider Mekanis seperti Yonif 413.
Kembali ke pasukan Raider
Para, jika memang arah kiblat dari pasukan ini adalah satuan Ranger Amerika,
maka satuan Linud akan memiliki spesialisasi baru dimana mereka tidak hanya mengandalkan
pesawat angkut besar yang cukup rentan dalam melakukan aksinya, tetapi juga
dapat bergerak cepat dengan menggunakan heli dalam proses perpindahan
pasukannya. Terlebih lagi factor silent
dari heli dapat menimbulkan nilai pendadakan yang lebih dari pada menggunakan
pesawat besar dan juga akan lebih tepat sasaran karena dapat langsung menuju
titik pendaratan yang dituju.
Disamping itu, pasukan Raider
Para ini juga akan memiliki kemampuan sebagai berikut layaknya pasukan Ranger
Amerika:[12]
A.
Direct
Action. Misi
tindakan langsung yang dirancang untuk merebut, menghancurkan, atau menangkap
musuh fasilitas atau bahan. Rangers dilatih dan dilengkapi untuk memberikan
kejutan maksimum dan shock lawan.
B.
Airfield
Seizure. Kemampuan Ranger untuk
melakukan operasi udara ke wilayah bermusuhan yang strategis penting untuk
kekuatan militer ofensif dan mencapai.
C.
Special
Reconnaissance. Kegiatan
pengumpulan intelijen ini dirancang untuk memantau dan menilai, menemukan dan
memperbaiki kekuatan musuh untuk operasi masa depan atau pengambilan keputusan
strategis.
D.
Personnel
Recovery. Rangers
dilatih untuk mengevakuasi warga sipil atau penyelamatan dan tawanan perang,
atau penangkapan ditunjuk personil musuh di daerah sensitif secara politis, medan
bermusuhan, atau musuh diadakan wilayah.
E.
Clandestine
Insertion. Untuk
menempatkan kejutan maksimum dan shock pada musuh, Ranger menggunakan teknik
khusus dan peralatan untuk menyusup wilayah musuh, mengambil inisiatif, dan
mencapai terkejut atas kekuatan musuh.
F.
Sensitive
SITE Exploitation. Memanfaatkan
kombinasi mereka memotong peralatan tepi dan mematikan, pasukan pemogokan
responsif, Resimen mengumpulkan dan menganalisis informasi yang dikumpulkan
pada misi untuk melakukan operasi tindak lanjut yang cepat yang membuat agresor
off-balance dan tidak bereaksi.
Faktor
terpenting dari terselenggaranya operasi udara baru ini adalah keberadaan
pesawat heli angkut. Merujuk informasi di situs Wikipedia.com, saat ini
populasi NBell-412 Penerbad TNI AD terdiri dari 14 unit NBell-412 SP, 14 unit
NBell-412 HP, dan 16 unit NBell-412 EP. Distribusi ke-44 unit heli tersebut
dipercayakan pada Skadron 11/Serbu di Semarang, Jawa Tengah yang mengoperasikan
Bell 205 A-1 dan
NBell-412 SP/HP, kemudian Skadron 12/Serbu di Waytuba, Lampung yang
mengoperasikan jenis NBell-412 EP. Dalam kondisi standar, heli ini dapat
membawa 11 penumpang dengan senjata lengkap.[13] Disamping heli jenis ini
ada juga 12 heli angkut taktis Mi-17-V5 yang ada di Skadron 31 Serbu.[14] Heli ini mampu membawa 30
penumpang dengan senjata lengkap. Belum termasuk juga rencana TNI-AD untuk membeli
heli angkut berat CH-47 Chinook untuk kebutuhan Puspenerbad TNI AD yang bisa
membawa sekitar 55 pasukan tempur bersenjata lengkap dan diawaki oleh tiga kru,
pilot, co pilot, dan flight engineer.[15]
Berdasarkan
data tersebut, apabila semua heli siap operasi maka pengerahan 1 batalyon Linud
dapat dilakukan secara utuh dan operasi udara baru ini dapat dilaksanakan
dengan menggunakan sasaran yang terpilih dan drop zone yang lebih sempit dan efektif untuk titik berkumpul
pasukan terutama bila operasi di perkotaan. Selain itu dengan sarana heli
tersebut, operasi lintas udara ini juga dapat dilakukan dalam unit kecil.
Namun
demikian, disposisi gelar pasukan Penerbad yang hanya ada di Semarang, Jakarta
dan Lampung menjadi kendala. Sekarang ini terdapat 3 Brigade Infanteri Lintas
Udara yang masing-masing berada di Cilodong, Malang dan Makasar. Sementara itu,
daya jelajah untuk NBell-412 SP sekitar 571 Km, NBell-412 HP sekitar 874 Km,
NBell-412 EP sekitar 745 Km, Mi-17 V5 sekitar 465-590 Km dan Chinook 471 Km
atau 2252 Km terbang ferry masih sangat jauh bila dibandingkan dengan Hercules
C-130 yang mencapai 3800 Km. Jadi akan sangat sulit menjangkau dalam melakukan
pelayanan terhadap satuan Linud yang ada di Malang dan Makasar.
PENUTUP
Dari berbagai uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa:
A.
Peningkatan kemampuan Prajurit Linud dengan
kemampuan Raider Para sangat menunjang pelaksanaan tugas pokok kedepan.
B.
Dengan memiliki kemampuan terjun dan mobil
udara maka pasukan Linud dapat digerakkan secara lebih fleksibel ke berbagai
tempat baik di daerah hutan gunung mapun perkotaan secara taktis dan strategis.
C.
Mereka juga akan dibekali cara bertempur
infanteri modern, kemampuan Raid dan lain sebagainya yang menjadikan pasukan
ini tidak serta merta menjadi pasukan infanteri biasa ketika mendarat seperti
dulu.
D.
Dengan peningkatan alutsista TNI-AD khususnya
tentang jumlah alutsista heli angkut, pengerahan 1 Batalyon Linud dapat
dilaksanakan.
E.
Tidak adanya disposisi satuan Penerbad di
wilayah Indonesia Tengah dan Timur menjadi kendala mobilitas satuan Linud bila
akan melakukan operasi mobil udara karena terbatasnya jangkauan heli
dibandingkan pesawat Hercules yang selama ini digunakan untuk operasi Linud.
Malang, 17 Agustus 2015
DIAN NUR HUDA, S.S.T.HAN., S.IP., S.SOS
LETNAN SATU INF. NRP. 11110011270589
Tidak ada komentar:
Posting Komentar