Minggu, 23 Agustus 2015

PARA RAIDER




PENINGKATAN KEMAMPUAN PRAJURIT LINTAS UDARA DENGAN KEMAMPUAN RAIDER PARA GUNA MENGHADAPI PERTEMPURAN 
DI MASA MENDATANG


PENDAHULUAN

Era modenisasi yang berkembang semakin pesat dimasa sekarang ini serta adanya perkembangan global telah berdampak adanya bentuk ancaman yang baru, sehingga para prajurit TNI AD sebagai penjaga kedaulatan negara diharapkan  tidak hanya sekedar membaca fakta lapangan, akan tetapi harus dapat memahami medan perang yang kompleks. Jenis peperangan sekarang mengisyaratkan  kemampuan untuk berpikir dan memahami isu-isu politik, ekonomi dan budaya pada beberapa tingkatan tertentu. Karena itu dibutuhkan  banyak  kecerdikan berpikir sekaligus bertindak, baik dalam diplomasi maupun berperang.  Hal ini karena dalam beberapa situasi perang  tidak selamanya prajurit dihadapkan dengan penggunaan senjata semata, namun juga situasi politik, ekonomi dan budaya dan sebagainya.
Pasca Perang Dingin (1947-1991) telah memunculkan kekuatan unipolar yang menyisakan Amerika Serikat sebagai satu-satunya negara adidaya di dunia dan menandai puncak pengembangan industri-militer serta pendanaan militer besar-besaran. Fenomena Perang Dingin dan pasca perang telah melahirkan beberapa generasi perang baru (The New Generation of Warfare) yang berdasarkan beberapa referensi menyebutkan telah sampai pada tahapan kelima yaitu Hybrid Warfare (Perang Hibrida) yang merupakan sebuah strategi perang yang memadukan antara perang konvensional, perang tidak teratur (asymetric warfare) dan ancaman cyber warfare yang dimana perang ini bersifat lebih kompleks karena telah melibatkan seluruh komponen negara dengan pemanfaatan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan komunikasi yang lebih canggih.[1]
Salah satu dampak penggunaan TI dalam sistem informasi modern memaksa pihak militer untuk meninjau kembali doktrinnya, sebab perkembangan teknologi informasi membawa perubahan mendasar bagi kepentingan intelijen, sistem pengintaian dan pengamatan, sistem komando dan kendali sehingga pola penataan strategis perangkat perang dalam perang modern perlu disesuaikan dengan kemajuan teknologi informasi tersebut khususnya di bidang alutsista.
Sebagai akibat dari itu semua, maka sebagai sebuah satuan Linud yang menyelenggarakan operasi Linud dimana hal tersebut merupakan suatu operasi gabungan yang dilancarkan melalui udara oleh Satgas Linud dan Satgas Udara beserta bantuan logistik dan peralatannya ke suatu daerah sasaran, dengan cara diterjunkan dan atau di daratkan dalam rangka melaksanakan tugas taktis maupun strategis[2], juga akan mengalami perkembangan, perubahan dan perbaikan doktrin bertempur. Hal ini berkenaan dengan berkembang dan datangnya berbagai alutsista baru TNI-AD. Pasukan Linud melakukan serangan mendadak, memutus rantai pertahanan musuh, serta mempersiapkan jalan bagi masuknya pasukan infanteri. Dalam penugasannya–setelah menjejakkan tanah–seringkali mereka terbagi menjadi unit-unit kecil. Saat itulah mereka kemudian melakukan aksinya. Berbagai obyek penting yang diduduki musuh, segera mereka kuasai dengan serangan kilat dan terarah. Karena aksi orang-orang terpilih inilah sebuah pertempuran dapat dimenangkan dengan cepat. Merekalah pasukan penerjun payung atau sering dikenal dengan istilah paratrooper.[3]
Namun demikian sejarah mencatat di masa lalu, banyak operasi Linud yang secara strategis dikatakan berhasil namun secara taktis dikatakan gagal karena banyaknya korban yang ditanggung. Kebanyakan korban ini tertembak sebelum menyentuh tanah yang merupakan suatu kerawanan dari sebuah operasi Linud itu sendiri.[4] Keadaan ini menjadi sebuah masalah dan alasan mengapa sangat jarang atau bahkan tidak adanya operasi Linud pada sebuah perang konvensional. Sebagai contoh adalah operasi di Dili tahun 1975 dimana dalam empat hitungan, parasut T-10 berwarna hijau zaitun terkembang dikeremangan pagi di atas Dili yang merupakan pasukan TNI diberondong secara sporadis dari bawah. Peluru api (tracer) yang dilepas Fretilin, bagai kunang-kunang memenuhi langit. Hal ini terjadi karena komunikasi segitiga Fretilin, Dili-Atauro-kapal frigat sudah terjalin rapi, penerjunan sortie pertama kehilangan faktor pendadakan.[5] Juga dalam pertempuran perebutan Pulau Kreta oleh pasukan penerjun Jerman. Babak pertama dimulai dengan kerugian yang sangat besar dari pihak Jerman. “Beberapa batalyon telah kehilangan semua perwiranya, & dari berbagai kompi hanya ketinggalan beberapa gelintir prajurit” Komentar Baron von der Heydte. Jerman kehilangan 400 pesawat terbang & 15.000-20.000 pasukan. Semenjak Battle of Crete tidak pernah ada lagi airborne assault dari Fallschirmjäger.[6]


ISI

Sekarang ini, dalam operasi udara muncul adanya operasi mobil udara. Jika dalam serangan lintas udara, pasukan diterjunkan dari pesawat terbang angkut, sedangkan operasi mobil udara pasukan diangkut dengan helicopter yang mendarat di tempat tujuan dan menurunkan pasukannya. Dari tempat itu, pasukan menyerang sasaran yang telah ditetapkan. Operasi mobil udara disamakan dengan serangan penetrasi. Helicopter disamakan dengan tank karena memiliki daya tembak yang cukup besar untuk menekan atau menghancurkan musuh di darat. Selain itu, kecepatan helicopter melebihi kecepatan tank.[7]
Di Indonesia, pasukan yang memakai keahlian mobil udara dikenal dengan Raider[8]. Raider sendiri dibetuk sebagai pasukan infanteri pemukul yang kemampuannya bisa 10 kali lipat pasukan infanteri biasa. Kemampuan mereka dilatih oleh anggota pasukan khusus dengan dibekali cara bertempur komando tingkat regu, tahap pantai dan hutan, survival, menembak jitu, pertempuran kota dan pengetahuan tentang operasi raid yang tidak dipelajari pada pasukan infanteri biasa.[9] Saat ini terdapat 20 batalyon Raider dimana 6 diantaranya berada di bawah naungan Kostrad.
Oleh Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berada di Akademi Militer (Akmil) Magelang dalam rangkaian kunjungan dua hari di DIY dan Jawa Tengah, menjelang berakhirnya masa jabatan sebagai RI 1, menyempatkan diri untuk meresmikan Satuan Ranger di Akademi Militer.[10] Satuan ini merupakan pengembangan dari satuan Linud yang ada untuk dirubah menjadi satuan ranger. Dalam perkembangannya, pasukan Linud yang ada dibekali dengan kemampuan Raider.
Sejarah pasukan ini berawal dari munculnya tehnik tempur dan struktur organisasi infanteri modern yang dikenal dengan nama “IFGABA” (Infanteri Gaya Baru) di tubuh TNI AD yang pada saat itu berpatokan pada pelatihan dan struktur organisasi US ARMY RANGER. RANGER dikenal sebagai pasukan pemukul utama US ARMY yang bisa dioperasikan lewat darat, laut dan udara juga peperangan konvensional. Semua itu didapat dari pelatihan dan warisan senior Ranger yang dikenal loyal pada atasan tapi juga bermental baja, disiplin tinggi dan lethal. Jiwa persaudaraan para ranger yang bermarkas di Fort Benning, Georgia ini tak kalah dengan para marinir di USMC walaupun dari segi jumlah personel, Ranger hanyalah sebuah resimen infanteri ke 75 yang anggotanya tak lebih dari 3000 personel.[11]
Awal mulanya materi pendidikan Raider hanya diperuntukkan kepada Batalyon Raider Kodam maupun KOSTRAD. Namun dengan dibentuknya pasukan Ranger, maka satuan Linud juga mendapat pelatihan serupa. Gabungan kualifikasi Raider dan Para menghasilkan jenis keahlian tempur baru yaitu RAIDER PARA. Ini sangat cocok dengan karakteristik prajurit dan satuan KOSTRAD yang dikenal cepat, keras dan lethal dalam setap pertempuran.
Dalam konsep awal TNI-AD, terpisahnya konsep pasukan Raider dan pasukan Linud akan membatasi kemampuan dari kedua pasukan ini sendiri dan juga akan terjadi tumpang tindih kemampuan. Pasukan Linud misalnya, pasukan ini tidak ubahnya sebagai pasukan infanteri biasa dengan pelatihan taktik dan teknik bertempur biasa begitu mendarat di tanah. Taktik bertempur mereka masih konvensional. Mereka tidak dibekali kemampuan lain seperti penggulangan atau taktik perang kota yang menjadi perang modern sekarang. Sementara bagi pasukan Raider sebagai konsep infanteri gaya baru yang memiliki kualifikasi mobil udara, sebenarnya merupakan satu paket kemampuan operasi satuan Linud bila kita lihat pasukan Linud negara lain. Jadi bisa dikatakan dua pasukan ini merupakan pemecahan kemampuan dari pasukan Ranger Amerika yang memiliki dua kemampuan tersebut dalam satu pasukan.
Namun dalam perkembangannya, pasukan infanteri atau Yon Raider dalam Kostrad tidak dibiarkan hanya dengan mengandalkan kemampuan jalan kaki, namun didukung dengan mekanis berupa kendaraan angkut lapis baja yang berfungsi melindungi prajurit, mempercepat maneuver pasukan dan sekaligus membawa dukungan perlengkapan, persenjataan dan logistik. Contoh pasukan ini adalah Yon Raider Mekanis seperti Yonif 413.
Kembali ke pasukan Raider Para, jika memang arah kiblat dari pasukan ini adalah satuan Ranger Amerika, maka satuan Linud akan memiliki spesialisasi baru dimana mereka tidak hanya mengandalkan pesawat angkut besar yang cukup rentan dalam melakukan aksinya, tetapi juga dapat bergerak cepat dengan menggunakan heli dalam proses perpindahan pasukannya. Terlebih lagi factor silent dari heli dapat menimbulkan nilai pendadakan yang lebih dari pada menggunakan pesawat besar dan juga akan lebih tepat sasaran karena dapat langsung menuju titik pendaratan yang dituju.
Disamping itu, pasukan Raider Para ini juga akan memiliki kemampuan sebagai berikut layaknya pasukan Ranger Amerika:[12]
A.            Direct Action. Misi tindakan langsung yang dirancang untuk merebut, menghancurkan, atau menangkap musuh fasilitas atau bahan. Rangers dilatih dan dilengkapi untuk memberikan kejutan maksimum dan shock lawan.
B.            Airfield Seizure. Kemampuan Ranger untuk melakukan operasi udara ke wilayah bermusuhan yang strategis penting untuk kekuatan militer ofensif dan mencapai.
C.           Special Reconnaissance. Kegiatan pengumpulan intelijen ini dirancang untuk memantau dan menilai, menemukan dan memperbaiki kekuatan musuh untuk operasi masa depan atau pengambilan keputusan strategis.
D.           Personnel Recovery. Rangers dilatih untuk mengevakuasi warga sipil atau penyelamatan dan tawanan perang, atau penangkapan ditunjuk personil musuh di daerah sensitif secara politis, medan bermusuhan, atau musuh diadakan wilayah.
E.            Clandestine Insertion. Untuk menempatkan kejutan maksimum dan shock pada musuh, Ranger menggunakan teknik khusus dan peralatan untuk menyusup wilayah musuh, mengambil inisiatif, dan mencapai terkejut atas kekuatan musuh.
F.            Sensitive SITE Exploitation. Memanfaatkan kombinasi mereka memotong peralatan tepi dan mematikan, pasukan pemogokan responsif, Resimen mengumpulkan dan menganalisis informasi yang dikumpulkan pada misi untuk melakukan operasi tindak lanjut yang cepat yang membuat agresor off-balance dan tidak bereaksi.

Faktor terpenting dari terselenggaranya operasi udara baru ini adalah keberadaan pesawat heli angkut. Merujuk informasi di situs Wikipedia.com, saat ini populasi NBell-412 Penerbad TNI AD terdiri dari 14 unit NBell-412 SP, 14 unit NBell-412 HP, dan 16 unit NBell-412 EP. Distribusi ke-44 unit heli tersebut dipercayakan pada Skadron 11/Serbu di Semarang, Jawa Tengah yang mengoperasikan Bell 205 A-1 dan NBell-412 SP/HP, kemudian Skadron 12/Serbu di Waytuba, Lampung yang mengoperasikan jenis NBell-412 EP. Dalam kondisi standar, heli ini dapat membawa 11 penumpang dengan senjata lengkap.[13] Disamping heli jenis ini ada juga 12 heli angkut taktis Mi-17-V5 yang ada di Skadron 31 Serbu.[14] Heli ini mampu membawa 30 penumpang dengan senjata lengkap. Belum termasuk juga rencana TNI-AD untuk membeli heli angkut berat CH-47 Chinook untuk kebutuhan Puspenerbad TNI AD yang bisa membawa sekitar 55 pasukan tempur bersenjata lengkap dan diawaki oleh tiga kru, pilot, co pilot, dan flight engineer.[15]
Berdasarkan data tersebut, apabila semua heli siap operasi maka pengerahan 1 batalyon Linud dapat dilakukan secara utuh dan operasi udara baru ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan sasaran yang terpilih dan drop zone yang lebih sempit dan efektif untuk titik berkumpul pasukan terutama bila operasi di perkotaan. Selain itu dengan sarana heli tersebut, operasi lintas udara ini juga dapat dilakukan dalam unit kecil.
Namun demikian, disposisi gelar pasukan Penerbad yang hanya ada di Semarang, Jakarta dan Lampung menjadi kendala. Sekarang ini terdapat 3 Brigade Infanteri Lintas Udara yang masing-masing berada di Cilodong, Malang dan Makasar. Sementara itu, daya jelajah untuk NBell-412 SP sekitar 571 Km, NBell-412 HP sekitar 874 Km, NBell-412 EP sekitar 745 Km, Mi-17 V5 sekitar 465-590 Km dan Chinook 471 Km atau 2252 Km terbang ferry masih sangat jauh bila dibandingkan dengan Hercules C-130 yang mencapai 3800 Km. Jadi akan sangat sulit menjangkau dalam melakukan pelayanan terhadap satuan Linud yang ada di Malang dan Makasar.

PENUTUP
Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
A.           Peningkatan kemampuan Prajurit Linud dengan kemampuan Raider Para sangat menunjang pelaksanaan tugas pokok kedepan.
B.           Dengan memiliki kemampuan terjun dan mobil udara maka pasukan Linud dapat digerakkan secara lebih fleksibel ke berbagai tempat baik di daerah hutan gunung mapun perkotaan secara taktis dan strategis.
C.           Mereka juga akan dibekali cara bertempur infanteri modern, kemampuan Raid dan lain sebagainya yang menjadikan pasukan ini tidak serta merta menjadi pasukan infanteri biasa ketika mendarat seperti dulu.
D.           Dengan peningkatan alutsista TNI-AD khususnya tentang jumlah alutsista heli angkut, pengerahan 1 Batalyon Linud dapat dilaksanakan.
E.           Tidak adanya disposisi satuan Penerbad di wilayah Indonesia Tengah dan Timur menjadi kendala mobilitas satuan Linud bila akan melakukan operasi mobil udara karena terbatasnya jangkauan heli dibandingkan pesawat Hercules yang selama ini digunakan untuk operasi Linud.




Malang, 17 Agustus 2015


DIAN NUR HUDA, S.S.T.HAN., S.IP., S.SOS 
LETNAN SATU INF. NRP. 11110011270589

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar