Minggu, 23 Agustus 2015

PEMBINAAN TERITORIAL





PERANAN BINTER DALAM MENANGANI KONFLIK PILKADA SERENTAK


Seperti kita ketahui September 2015 nanti direncanakan akan dilaksanakan Pilkada serentak hampir di seluruh Indonesia. Pengalaman sebelumnya Pilkada sering memicu konflik di Masyarakat. Apa yang terjadi kalau konflik ini terjadi dalam waktu bersamaan di banyak daerah. Betapa pusingnya menghadapi itu semua. Ditambah lagi dengan kerugian karena konflik tersebut bukan tidak sedikit, cukup menguras energi dan biaya. Pilkada serentak yang baru pertama kali diadakan di 269 daerah, lanjutnya, menjadi ancaman bagi stabilitas politik di tingkat daerah yang perlu diwaspadai.

Peran TNI dalam ikut serta mendukung sukses pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Bulan Desember 2015 mendatang, sebatas memberikan bantuan pengamanan dalam kapasitasnya sebagai fungsi militer. Untuk mewujudkan hal tersebut, dibutuhkanlah suatu konsep yang strategis tentang aplikasi metode pembinaan teritorial dalam usahanya melaksanakan pencegahan maupun penanganan konflik di daerah akibat pilkada serentak oleh Kodim sebagai satuan komando kewilayahan. Sehingga peran dan keberadaan Kodim di wilayah menjadi institusi yang dapat diandalkan oleh masyarakat. Dari pembahasan di atas dapat ditarik suatu pokok permasalahan yaitu, Bagaimana penerapan metode Binter oleh satuan kewilayahan dalam rangka penanggulangan konflik horizontal yang ada dalam masyarakat?

Pembinaan territorial adalah segala upaya, pekerjaan, kegiatan dan tindakan yang dilakukan oleh satuan TNI AD, baik secara berdiri sendiri maupun bersama dengan aparat terkait dan komponen bangsa lainnya untuk membantu pemerintah dalam menyiapkan kekuatan pertahanan aspek darat yang meliputi wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya serta terwujudnya kemanunggalan TNI-Rakyat.

Dengan Binter sebagai fungsi utama TNI AD maka kegiatan tentang Binter khususnya dalam membantu mengatasi konflik horizontal diharapkan dapat terarah, terukur dengan benar dan konsisten demi mencapai tujuan dan sasaran pembinaan yang telah ditentukan.

Agar kegiatan pembinaan mudah dipahami maka diperlukan adanya penggolongan dalam penyelenggaraan pembinaan yang salah satunya meliputi pembinaan metode Binter yang kegiatannya adalah Bintahwil, Binkomsos dan Bhakti TNI.

Pertama, Pembinaan Ketahanan Wilayah atau Bintahwil . Bintahwil dalam kegiatan Binter adalah segala upaya, pekerjaan dan tindakan yang diselenggarakan oleh satuan TNI AD dalam rangka mewujudkan kekuatan pertahan aspek darat, baik yang menyangkut wilayah pertahanan maupun kekuatan pendukung yang memiliki ketahanan dalam semua aspek kehidupan dan memiliki kemampuan dan keterampilan serta upaya bela Negara, untuk menangkal setiap ancaman dan gangguan yang membahayakan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI yang dilaksanakan sesuai kewenangan dan peraturan perundang-undangan.

Kedua, Pembinaan Komunikasi Sosial atau Binkomsos. Komunikasi sosial dalam kegiatan Binter adalah upaya, pekerjaan dan kegiatan yang diselenggarakan oleh satuan TNI AD guna penyampaian pikiran dan pandangannya yang terkait dengan pemberdayaan wilayah pertahanan di darat yang meliputi wilayah pertahanan dan pendukungnya serta membangun, memelihara, meningkatkan dan memantapkan kemanunggalan TNI-Rakyat.

Ketiga, Bhakti TNI . Bhakti TNI dalam kegiatan Binter adalah upaya, pekerjaan dan kegiatan yang diselenggarakan oleh satuan jajaran TNI AD dalam membantu menyelenggarakan kegiatan bantuan kemanusian untuk menangani maslah-masalah sosial atas permintaan instansi terkait dan atau inisiatif sendiri dan terkoordinasikan serta berbagai hal yang terkait dengan penyiapan wilayah pertahanan di darat dan kekuatan pendukungnya yang dilaksanakan baik secara berdiri sendiri maupun bersama-sama dengan instansi terkait dan komponen masyarakat lainnya.

Dalam Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 2012 telah diuraikan dengan jelas tentang upaya-upaya penangan konflik sosial, baik pada kegiatan Pencegahan Konflik, Penghentian Konflik maupun Pemulihan pasca konflik. Namun demikian bagaimana upaya untuk mewujudkan semua tindakan tersebut belum diuraikan secara lebih lanjut, hal ini mungkin karena perbedaan tipologi wilayah Indonesia serta penanganan suatu bentuk konflik yang sangat kompleks dan melibatkan banyak pihak maupun instansi yang menjadi pertimbangan dalam menentukan prioritas dan bentuk variasi kegiatan penanganan konflik.

Disamping itu dalam penanganan konflik l yang timbul di masyarakat dewasa ini lebih berkonsentrasi pada penindakan hukum saja dimana para pemimpin daerah lebih mengutamakan penanggulangan konflik saat konflik itu terjadi, memang tidak dipungkiri bahwa pelibatan aparat Kodim sering ditempatkan pada porsi yang jauh berbeda dengan Polri dengan alasan perbedaan fungsi pertahanan dan keamanan, sehingga aparat Kodim seolah-olah bertindak sebagai pemadam kebakaran ketika konflik sosial sudah menjadi besar dan meluas.

Padahal apabila kita mencermati dengan seksama arti dari pembinaan teritorial maka kita akan tahu bahwa peran Kodim sangat strategis sekali, yaitu menyiapkan secara dini potensi wilayah menjadi kekuatan dalam rangka pertahanan negara matra darat. Oleh sebab itu peran Kodim bukan saja sebagai penindak tetapi justru lebih mengarah kepada pencegahan konflik.

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan Binter antara lain :
a. Faktor Internal, Personel . Tingkat kemampuan anggota akan berpengaruh dalam berkomunikasi kepada masyarakat, sehingga kondisi ini perlu dicermati sebagai prioritas pembinaan ke dalam untuk mendukung pelaksanaan komunikasi sosial secara optimal. Selain itu masih lemahnya pemahaman aparat Kodim tentang konsep kemanunggalan TNI-Rakyat di era reformasi, sehingga pola-pola yang diterapkan di lapangan masih digunakan pola lama ketika TNI menjadi bagian dari penguasa. Hal ini ditunjukkan dengan masih terdapat sifat arogansi beberapa aparat Kodim, sehingga berakibat pada terbentuknya opini publik yang negatif terhadap di tengah-tengah masyarakat. Ditambah lagi tingkat pendidikan formal yang dimiliki sebagian besar aparat Kodim serta minimnya pengetahuan teknis manajemen penyelesaian konflik terutama yang berbau SARA. Hal ini akan berpengaruh terhadap kualitas pencapaian sasaran seperti yang diharapkan. Hampir sebagian besar aparat Kodim merupakan prajurit yang sudah cukup lama berdinas baik di satuan tempur maupun di satuan non tempur. Aparat Kodim yang pernah berdinas di satuan tempur memang memiliki pengalaman dalam mengatasi konflik horizontal namun hanya sebatas pengaman yang langsung turun ke lapangan dalam membantu Polri. Dan dalam penanganannya pula, masih bersifat satu komando dalam artian kegiatan di lapangan masih dikendalikan oleh unsur Danton atau Danki, sehingga pengetahuan mengenai pemilihan informasi dalam rangka deteksi dini masih terbatas.

b. Faktor Eksternal, Adat istiadat atau budaya masyarakat yang ada di daerah, pola sikap dan pola tindak masyarakat yang ada di daerah, perkembangan lingkungan strategis, perundang-undangan yang terkait dengan Otonomi Daerah (Otoda) yang menjadikan visi dan persepsi yang masih berbeda antara Kowil dan instansi lintas sektoral dalam aksi terpadu penanggulangan konflik yang terjadi di wilayah. Hal ini terjadi karena belum tersosialisasikannya Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 2012 telah diuraikan dengan jelas tentang upaya-upaya penangan konflik sosial dan aturan pelaksanaannya yang relatif masih baru. Dalam pembuatan konsep keterpaduan TNI dengan Pemda dalam rangka menanggulangi konflik horizontal di daerah perlu dirumuskan tujuan dan sasaran agar dapat diperoleh hasil yang optimal. Tujuan program ini adalah dapat memelihara dan meningkatkan keeratan hubungan antara Kodim dengan segenap komponen bangsa di daerah dalam usaha membangun suatu konsep penanganan gangguan dalam negeri untuk kepentingan Pertahanan Negara.

Sedangkan sasaran dirumuskan sebagai tiga tahap dalam konsep keterpaduan peran TNI dan Pemda dalam penanganan gangguan keamanan dalam negeri yakni tahap Pencegahan Konflik, Penghentian Konflik maupun Pemulihan pasca konflik.

Pertama, Pencegahan Konflik. Agar kegiatan pembinaan teritorial oleh diarahkan melalui Strategi pembinaan dan Konsep pembinaan sesuai tataran kewenangan Dandim sehingga mewujudkan keselarasan pemahaman dengan aparat pemerintah daerah yakni :
a. Terwujudnya pemahaman masyarakat tentang kesadaran akan keamanan wilayah serta tugas tanggung jawab tiap instansi dalam mengantisipasi ancaman gangguan keamanan di daerah.
 b. Meningkatkan daya tangkal masyarakat dalam rangka memantapkan ketahanan wilayah terhadap gangguan keamanan melalui pembuatan protap bersama yang dilakukan oleh Kodim dan Pemda.
c. Meningkatnya pemahaman dan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan pengetahuan mengenai gejala-gejala munculnya konflik di sekitar lingkungan.
Kedua, Penghentian Konflik Pada kegiatan ini difokuskan penanganan dampak buruk yang ditimbulkan akibat gangguan keamanan, yang meliputi: penyelamatan, evakuasi korban, harta benda dan pengungsian. Pada masa penghentian konflik, peran Kodim menjadi lebih kompleks.
a. Bintahwil . Kegiatan Bintahwil yang dapat dilakukan antara lain yakni mencegah meluasnya konflik dengan cara menjembatani perdamaian antara kelompok bertikai.
b.Binkomsos ,dilaksanakan oleh aparat kewilayahan yang ada di Kodim dengan mengajak kelompok yamg bertikai agar tidak melanjutkan pertikaiannya. Penjelasan yang rasional terhadap kelompok yang bertikai setidaknya mampu meredam keinginan mereka melanjutkan pertikaiannya. Pada dasarnya bila terdapat hubungan yang baik antara aparat kewilayahan dengan kelompok yang terlibat konflik setidaknya mampu meredam konflik yangt ada.
c. Bhakti TNI dilakukan dengan karya bhakti yang melibatkan seluruh unsur TNI di wilayah yang dikoordinir oleh Kodim dalam rangka mengurangi dampak konflik yang terjadi.

Ketiga. Pemulihan pasca konflik. Metode Bintahwil bertujuan untuk memulihkan mental masyarakat. Disini Kodim melakukan Bintahwil dengan mendata secara lengkap masyarakat yang terkena dampak konflik. Secara langsung maupun tidak langsung konflik yang ada akan mempengaruhi masyarakat. Pemikiran yang selalu timbul yakni ketakutan akan munculnya konflik tersebut. Untuk itu yang dibutuhkan masyarakat adalah jaminan keamanan pasca konflik. Melalui metode Bintahwil, kegiatan patroli rutin sangat diperlukan guna memberikan rasa aman kepada masyarakat. Patroli yang dilakukan dengan instansi lain ataupun patroli bersama akan dapat meningkatkan rasa aman di kalangan masyarakat. Metode Binkomsos diarahkan pada sosialisasi bahwa kemanan dalam wilayah sudah dijamin sehingga masyarakat tidak perlu resah lagi dalam melakukan berbagai aktivitas. Binkomsos ini harus giat dilakukan dikarenakan tidak semua masyarakat mengetahui eskalasi kondisi keamanan pasca konflik. Binkomsos dapat dilaksananakan ke organisasi kemasyarakatan maupun dapat bentuk media lainnya. Metode Bhakti TNI diarahkan pada perbaikan wilayah ataupun sarana dan prasarana umum yang rusak akibat terjadinya konflik. Tentunya sasaran dalam konflik mengarah kepada sarana umum. Melalui karya bakti yang diikuti oleh segenap masyarakat mampu memperbaiki saran yang ada agar digunakan masyarakat nantinya. Dari uraian tentang Penerapan Metode Binter oleh Kowil Dalam Menangani Konflik Horizontal, dapat disimpulkan bahwa Komando Distrik Militer sebagai Komando Kewilayahan merupakan salah satu bentuk gelar kekuatan TNI-AD yang memiliki peran signifikan dalam kegiatan-kegiatan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, khususnya dalam kegiatan penanggulangan gangguan dalam negeri yang dilakukan melalui pembinaan teritorial, yaitu metode : Bintahwil, Binkomsos dan Bhakti TNI. Penerapan ketiga metode ini dapat mencegah terjadinya konflik yang akan timbul yang bermuara pada meningkatnya ketahanan bangsa dan Negara.

Madiun, 23 Agustus 2015

DIAN NUR HUDA, S.S.T.HAN., S.IP., S.SOS
LETNAN SATU INF. NRP. 11110011270589



Tidak ada komentar:

Posting Komentar