PERANAN
BINTER DALAM MENANGANI KONFLIK PILKADA SERENTAK
Seperti
kita ketahui September 2015 nanti direncanakan akan dilaksanakan Pilkada
serentak hampir di seluruh Indonesia. Pengalaman sebelumnya Pilkada sering
memicu konflik di Masyarakat. Apa yang terjadi kalau konflik ini terjadi dalam
waktu bersamaan di banyak daerah. Betapa pusingnya menghadapi itu semua.
Ditambah lagi dengan kerugian karena konflik tersebut bukan tidak sedikit,
cukup menguras energi dan biaya. Pilkada serentak yang baru pertama kali
diadakan di 269 daerah, lanjutnya, menjadi ancaman bagi stabilitas politik di
tingkat daerah yang perlu diwaspadai.
Peran
TNI dalam ikut serta mendukung sukses pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah
(Pilkada) Bulan Desember 2015 mendatang, sebatas memberikan bantuan pengamanan
dalam kapasitasnya sebagai fungsi militer. Untuk mewujudkan hal tersebut,
dibutuhkanlah suatu konsep yang strategis tentang aplikasi metode pembinaan
teritorial dalam usahanya melaksanakan pencegahan maupun penanganan konflik di
daerah akibat pilkada serentak oleh Kodim sebagai satuan komando kewilayahan.
Sehingga peran dan keberadaan Kodim di wilayah menjadi institusi yang dapat
diandalkan oleh masyarakat. Dari pembahasan di atas dapat ditarik suatu pokok
permasalahan yaitu, Bagaimana penerapan metode Binter oleh satuan kewilayahan
dalam rangka penanggulangan konflik horizontal yang ada dalam masyarakat?
Pembinaan territorial adalah segala
upaya, pekerjaan, kegiatan dan tindakan yang dilakukan oleh satuan TNI AD, baik
secara berdiri sendiri maupun bersama dengan aparat terkait dan komponen bangsa
lainnya untuk membantu pemerintah dalam menyiapkan kekuatan pertahanan aspek
darat yang meliputi wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya serta
terwujudnya kemanunggalan TNI-Rakyat.
Dengan Binter sebagai fungsi utama TNI
AD maka kegiatan tentang Binter khususnya dalam membantu mengatasi konflik
horizontal diharapkan dapat terarah, terukur dengan benar dan konsisten demi
mencapai tujuan dan sasaran pembinaan yang telah ditentukan.
Agar kegiatan pembinaan mudah dipahami
maka diperlukan adanya penggolongan dalam penyelenggaraan pembinaan yang salah
satunya meliputi pembinaan metode Binter yang kegiatannya adalah Bintahwil,
Binkomsos dan Bhakti TNI.
Pertama, Pembinaan Ketahanan Wilayah
atau Bintahwil . Bintahwil dalam kegiatan Binter adalah segala upaya, pekerjaan
dan tindakan yang diselenggarakan oleh satuan TNI AD dalam rangka mewujudkan
kekuatan pertahan aspek darat, baik yang menyangkut wilayah pertahanan maupun
kekuatan pendukung yang memiliki ketahanan dalam semua aspek kehidupan dan
memiliki kemampuan dan keterampilan serta upaya bela Negara, untuk menangkal
setiap ancaman dan gangguan yang membahayakan kedaulatan dan keutuhan wilayah
NKRI yang dilaksanakan sesuai kewenangan dan peraturan perundang-undangan.
Kedua, Pembinaan Komunikasi Sosial atau
Binkomsos. Komunikasi sosial dalam kegiatan Binter adalah upaya, pekerjaan dan
kegiatan yang diselenggarakan oleh satuan TNI AD guna penyampaian pikiran dan
pandangannya yang terkait dengan pemberdayaan wilayah pertahanan di darat yang
meliputi wilayah pertahanan dan pendukungnya serta membangun, memelihara,
meningkatkan dan memantapkan kemanunggalan TNI-Rakyat.
Ketiga, Bhakti TNI . Bhakti TNI dalam
kegiatan Binter adalah upaya, pekerjaan dan kegiatan yang diselenggarakan oleh
satuan jajaran TNI AD dalam membantu menyelenggarakan kegiatan bantuan
kemanusian untuk menangani maslah-masalah sosial atas permintaan instansi
terkait dan atau inisiatif sendiri dan terkoordinasikan serta berbagai hal yang
terkait dengan penyiapan wilayah pertahanan di darat dan kekuatan pendukungnya
yang dilaksanakan baik secara berdiri sendiri maupun bersama-sama dengan
instansi terkait dan komponen masyarakat lainnya.
Dalam Undang-Undang RI Nomor 7 tahun
2012 telah diuraikan dengan jelas tentang upaya-upaya penangan konflik sosial,
baik pada kegiatan Pencegahan Konflik, Penghentian Konflik maupun Pemulihan
pasca konflik. Namun demikian bagaimana upaya untuk mewujudkan semua tindakan
tersebut belum diuraikan secara lebih lanjut, hal ini mungkin karena perbedaan
tipologi wilayah Indonesia serta penanganan suatu bentuk konflik yang sangat
kompleks dan melibatkan banyak pihak maupun instansi yang menjadi pertimbangan
dalam menentukan prioritas dan bentuk variasi kegiatan penanganan konflik.
Disamping itu dalam penanganan konflik
l yang timbul di masyarakat dewasa ini lebih berkonsentrasi pada penindakan
hukum saja dimana para pemimpin daerah lebih mengutamakan penanggulangan
konflik saat konflik itu terjadi, memang tidak dipungkiri bahwa pelibatan
aparat Kodim sering ditempatkan pada porsi yang jauh berbeda dengan Polri
dengan alasan perbedaan fungsi pertahanan dan keamanan, sehingga aparat Kodim
seolah-olah bertindak sebagai pemadam kebakaran ketika konflik sosial sudah
menjadi besar dan meluas.
Padahal apabila kita mencermati dengan
seksama arti dari pembinaan teritorial maka kita akan tahu bahwa peran Kodim
sangat strategis sekali, yaitu menyiapkan secara dini potensi wilayah menjadi
kekuatan dalam rangka pertahanan negara matra darat. Oleh sebab itu peran Kodim
bukan saja sebagai penindak tetapi justru lebih mengarah kepada pencegahan
konflik.
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan
Binter antara lain :
a.
Faktor Internal, Personel . Tingkat kemampuan anggota akan
berpengaruh dalam berkomunikasi kepada masyarakat, sehingga kondisi ini perlu
dicermati sebagai prioritas pembinaan ke dalam untuk mendukung pelaksanaan
komunikasi sosial secara optimal. Selain itu masih lemahnya pemahaman aparat
Kodim tentang konsep kemanunggalan TNI-Rakyat di era reformasi, sehingga
pola-pola yang diterapkan di lapangan masih digunakan pola lama ketika TNI
menjadi bagian dari penguasa. Hal ini ditunjukkan dengan masih terdapat sifat
arogansi beberapa aparat Kodim, sehingga berakibat pada terbentuknya opini
publik yang negatif terhadap di tengah-tengah masyarakat. Ditambah lagi tingkat
pendidikan formal yang dimiliki sebagian besar aparat Kodim serta minimnya
pengetahuan teknis manajemen penyelesaian konflik terutama yang berbau SARA.
Hal ini akan berpengaruh terhadap kualitas pencapaian sasaran seperti yang
diharapkan. Hampir sebagian besar aparat Kodim merupakan prajurit yang sudah
cukup lama berdinas baik di satuan tempur maupun di satuan non tempur. Aparat
Kodim yang pernah berdinas di satuan tempur memang memiliki pengalaman dalam
mengatasi konflik horizontal namun hanya sebatas pengaman yang langsung turun
ke lapangan dalam membantu Polri. Dan dalam penanganannya pula, masih bersifat
satu komando dalam artian kegiatan di lapangan masih dikendalikan oleh unsur
Danton atau Danki, sehingga pengetahuan mengenai pemilihan informasi dalam
rangka deteksi dini masih terbatas.
b.
Faktor Eksternal, Adat istiadat atau budaya masyarakat
yang ada di daerah, pola sikap dan pola tindak masyarakat yang ada di daerah,
perkembangan lingkungan strategis, perundang-undangan yang terkait dengan
Otonomi Daerah (Otoda) yang menjadikan visi dan persepsi yang masih berbeda
antara Kowil dan instansi lintas sektoral dalam aksi terpadu penanggulangan
konflik yang terjadi di wilayah. Hal ini terjadi karena belum
tersosialisasikannya Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 2012 telah diuraikan dengan
jelas tentang upaya-upaya penangan konflik sosial dan aturan pelaksanaannya
yang relatif masih baru. Dalam pembuatan konsep keterpaduan TNI dengan Pemda
dalam rangka menanggulangi konflik horizontal di daerah perlu dirumuskan tujuan
dan sasaran agar dapat diperoleh hasil yang optimal. Tujuan program ini adalah
dapat memelihara dan meningkatkan keeratan hubungan antara Kodim dengan segenap
komponen bangsa di daerah dalam usaha membangun suatu konsep penanganan
gangguan dalam negeri untuk kepentingan Pertahanan Negara.
Sedangkan sasaran dirumuskan sebagai
tiga tahap dalam konsep keterpaduan peran TNI dan Pemda dalam penanganan
gangguan keamanan dalam negeri yakni tahap Pencegahan Konflik, Penghentian
Konflik maupun Pemulihan pasca konflik.
Pertama, Pencegahan Konflik. Agar
kegiatan pembinaan teritorial oleh diarahkan melalui Strategi pembinaan dan
Konsep pembinaan sesuai tataran kewenangan Dandim sehingga mewujudkan
keselarasan pemahaman dengan aparat pemerintah daerah yakni :
a. Terwujudnya pemahaman masyarakat
tentang kesadaran akan keamanan wilayah serta tugas tanggung jawab tiap
instansi dalam mengantisipasi ancaman gangguan keamanan di daerah.
b. Meningkatkan daya tangkal masyarakat dalam
rangka memantapkan ketahanan wilayah terhadap gangguan keamanan melalui
pembuatan protap bersama yang dilakukan oleh Kodim dan Pemda.
c. Meningkatnya pemahaman dan
partisipasi masyarakat dalam meningkatkan pengetahuan mengenai gejala-gejala
munculnya konflik di sekitar lingkungan.
Kedua, Penghentian Konflik Pada
kegiatan ini difokuskan penanganan dampak buruk yang ditimbulkan akibat
gangguan keamanan, yang meliputi: penyelamatan, evakuasi korban, harta benda
dan pengungsian. Pada masa penghentian konflik, peran Kodim menjadi lebih
kompleks.
a. Bintahwil . Kegiatan Bintahwil yang
dapat dilakukan antara lain yakni mencegah meluasnya konflik dengan cara
menjembatani perdamaian antara kelompok bertikai.
b.Binkomsos ,dilaksanakan oleh aparat
kewilayahan yang ada di Kodim dengan mengajak kelompok yamg bertikai agar tidak
melanjutkan pertikaiannya. Penjelasan yang rasional terhadap kelompok yang
bertikai setidaknya mampu meredam keinginan mereka melanjutkan pertikaiannya.
Pada dasarnya bila terdapat hubungan yang baik antara aparat kewilayahan dengan
kelompok yang terlibat konflik setidaknya mampu meredam konflik yangt ada.
c. Bhakti TNI dilakukan dengan karya
bhakti yang melibatkan seluruh unsur TNI di wilayah yang dikoordinir oleh Kodim
dalam rangka mengurangi dampak konflik yang terjadi.
Ketiga. Pemulihan pasca konflik. Metode
Bintahwil bertujuan untuk memulihkan mental masyarakat. Disini Kodim melakukan
Bintahwil dengan mendata secara lengkap masyarakat yang terkena dampak konflik.
Secara langsung maupun tidak langsung konflik yang ada akan mempengaruhi
masyarakat. Pemikiran yang selalu timbul yakni ketakutan akan munculnya konflik
tersebut. Untuk itu yang dibutuhkan masyarakat adalah jaminan keamanan pasca
konflik. Melalui metode Bintahwil, kegiatan patroli rutin sangat diperlukan
guna memberikan rasa aman kepada masyarakat. Patroli yang dilakukan dengan
instansi lain ataupun patroli bersama akan dapat meningkatkan rasa aman di
kalangan masyarakat. Metode Binkomsos diarahkan pada sosialisasi bahwa kemanan
dalam wilayah sudah dijamin sehingga masyarakat tidak perlu resah lagi dalam
melakukan berbagai aktivitas. Binkomsos ini harus giat dilakukan dikarenakan
tidak semua masyarakat mengetahui eskalasi kondisi keamanan pasca konflik.
Binkomsos dapat dilaksananakan ke organisasi kemasyarakatan maupun dapat bentuk
media lainnya. Metode Bhakti TNI diarahkan pada perbaikan wilayah ataupun
sarana dan prasarana umum yang rusak akibat terjadinya konflik. Tentunya
sasaran dalam konflik mengarah kepada sarana umum. Melalui karya bakti yang
diikuti oleh segenap masyarakat mampu memperbaiki saran yang ada agar digunakan
masyarakat nantinya. Dari uraian tentang Penerapan Metode Binter oleh Kowil
Dalam Menangani Konflik Horizontal, dapat disimpulkan bahwa Komando Distrik
Militer sebagai Komando Kewilayahan merupakan salah satu bentuk gelar kekuatan
TNI-AD yang memiliki peran signifikan dalam kegiatan-kegiatan yang bersentuhan
langsung dengan masyarakat, khususnya dalam kegiatan penanggulangan gangguan
dalam negeri yang dilakukan melalui pembinaan teritorial, yaitu metode : Bintahwil,
Binkomsos dan Bhakti TNI. Penerapan ketiga metode ini dapat mencegah terjadinya
konflik yang akan timbul yang bermuara pada meningkatnya ketahanan bangsa dan
Negara.
Madiun, 23 Agustus 2015
DIAN NUR HUDA, S.S.T.HAN., S.IP., S.SOS
LETNAN SATU INF. NRP.
11110011270589
Tidak ada komentar:
Posting Komentar